Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Blogger Template From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Minggu, 01 April 2012

BAB V PENGELOLAAN FASILITATOR


 BAB V
PENGELOLAAN FASILITATOR

A.    LATAR BELAKANG
Mekanisme kontrak individual mensyaratkan adanya pengelolaan Fasiliator secara efektif dan efisien. Pengelolaan Fasilitator ini merentang dari tahapan mobilisasi, penetapan hari dan jam kerja, relokasi fasilitator, perijinan cuti dan penentuan hari libur, persetujuan pengunduran diri, PHK, sampai dengan tahapan demobilisasi pada saat program/proyek berakhir atau lokasi program berkurang jumlahnya. Untuk itu, Satker Provinsi bersama KMW berkewajiban mengelola fasilitator secara ketat dan berdisiplin agar pelaksanaan proram di tingkat lapangan berjalan optimal.
Satker Pusat mensupervisi dan mengawasi pengelolaan Fasilitator secara nasional dengan menerapkan standar kontrak kerja yang baku secara nasional untuk mengatur hubungan legal administrasif, serta memberlakukan Tata Perilaku (Code of Conduct) Etika Profesi, maupun Kode Etik sebagai standar normatif dalam pengelolaan Fasilitator.
B.    STANDAR NORMATIF PERILAKU FASILITATOR
Kata kunci utama pemberdayaan masyarakat di wilayah perdesaan adalah pemulihan kembali hak-hak setiap manusia warga desa untuk berkemampuan bertindak secara otonom dalam pelaksanaan pembangunan di desa. Agar warga desa berdaya dibutuhkan sebuah pengkondisian realitas sosial yang akomodatif bagi terciptanya kemandirian. Salah satu upayanya adalah penerapan prinsip-prinsip PNPM Mandiri Perdesaan yang meliputi: bertumpu pada pembangunan manusia, otonomi, desentralisasi, berorientasi pada masyarakat miskin, partisipasi, kesetaraan dan keadilan gender, demokratis, transparan dan akuntabel, prioritas, kolaborasi, keberlanjutan, dan sederhana.
Rekontruksi perilaku sosial warga desa melalui perwujuan prinsip-prinsip program dalam realitas kehidupan masyarakat menuntut adanya proses pendampingan oleh tenaga-tenaga Fasilitator yang ahli, berpengalaman, dan terampil. Fasilitator juga dituntut memiliki integritas moral berupa perilaku yang baik sehingga dirinya layak dipercaya dimata masyarakat dan dijadikan panutan dalam merealisasikan prinsip-prinsip program. Agar perilaku Fasilitator dapat dibina dan dikendalikan sesuai norma moral maka secara khusus dalam PNPM Mandiri Perdesaan ditetapkan standar normatif perilaku fasilitator yang meliputi: 1) Tata Perilaku (Code of Conduct), 2) Etika Profesi, dan 3) Kode Etik yang ditulis yang secara sistematik sesuai prinsip prinsip moral yang ada pada Bangsa Indonesia.  Aturan Normatif ini merupakan alat kendali diri (self control) bagi Fasilitator berunjuk kerja secara profesional sebagai pendamping masyarakat. Acuan standarisasi perilaku Fasilitator yang diberlakukan dalam PNPM Mandiri Perdesaan adalah ketiga aturan normatif dimaksud, sehingga pada saat dibutuhkan aturan normatif ini akan difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Rincian Standar Normatif Perilaku Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan adalah sebagai berikut:
1.   Tata Perilaku (Code of Conduct) Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan
a.    Tunduk Terhadap Hukum, Peraturan dan Adat-istiadat
Fasilitator (PIHAK KEDUA) tidak diperbolehkan untuk melakukan aktivitas atau berpartisipasi dalam aktivitas yang melawan hukum, peraturan serta adat istiadat masyarakat setempat yang akan berpengaruh buruk terhadap citra PIHAK PERTAMA.




b.    Kebenaran Data Pribadi
Data pribadi Fasilitator yang diberikan kepada PIHAK PERTAMA harus benar dan dijamin kebenarannya sehingga secara yuridis tidak merugikan PIHAK PERTAMA sebagai Pihak Pemberi Kerja.
c.    Konflik Kepentingan Pribadi
Setiap Fasilitator, dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, harus selalu berpedoman pada panduan yang digariskan serta melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Konflik kepentingan pribadi baik yang menyangkut keuangan maupun proses pelaksanaan tugas harus dihindarkan.
d.    Penyimpangan Prosedur Keuangan
Setiap Fasilitator harus menghindari tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan penyimpangan prosedur keuangan PNPM Mandiri Perdesaan, tidak diperbolehkan menerima atau meminjam uang dan/atau barang yang berindikasikan dan berimplikasi pada penyalahgunaan posisi, tanggung jawab dan profesionalitas.
e.    Tingkat Kehadiran di Lokasi Pekerjaan
Setiap Fasilitator harus menjalankan tugas dan tanggung jawabnya serta berada di kecamatan lokasi tugas secara purna waktu sedemikian rupa sehingga tidak ada keluhan dari masyarakat atau pihak terkait tentang sulitnya melakukan pertemuan dan koordinasi.
f.     Pengadaan dan Penggunaan Fasilitas Kerja
Fasilitator harus mengadakan perlengkapan kantor sebagaimana terlampir dalam Surat Perjanjian Kerja dan menggunakannya secara efektif dan efisien.
g.    Laporan dan Akurasi Data
-          Setiap Fasilitator harus menyampaikan laporan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
-          Permintaan data dan informasi yang dibutuhkan oleh manajemen PIHAK PERTAMA harus secepat mungkin dipenuhi.
-          Fasilitator harus memberikan data alamat dan nomor rekening tabungan yang benar guna menjamin kelancaran komunikasi dan transfer pembayaran honorarium dan tunjangan.
-          Setiap perubahan alamat dan nomor rekening tabungan harus diberitahukan secara cepat dan tertulis.
h.   Jabatan Publik
Setiap Fasilitator tidak diperbolehkan mengikuti pencalonan dalam pemilihan  dan menduduki jabatan publik termasuk dalam kepengurusan partai politik.
i.     Partisipasi dalam Pemilihan Kepala Daerah
Setiap Fasilitator harus bersikap netral dan tidak menggunakan jabatan kepentingan Pemilihan Kepala Daerah.
j.      Fitnah, Hasutan, Propaganda Negatif
Setiap Fasilitator harus menghindarkan diri dari penyebaran fitnah, hasutan, propaganda dan tindakan-tindakan tersembunyi yang bertendensi negatif dan merugikan kepentingan PIHAK PERTAMA dan program.
k.    Kualitas teknis dan Ketepatan Waktu
Setiap Fasilitator harus bertanggung jawab terhadap kualitas teknis pekerjaan secara tepat waktu.

2.   Etika Profesi Fasilitator
a.    Tidak memaksakan kehendaknya: Peran fasilitator adalah memfasilitasi masyarakat.  Fasilitator kadang-kadang boleh memberi masukan atau saran sebagai nara sumber, tetapi tidak boleh berdebat dan memaksakan pendapatnya.
b.    Tidak mengambil keputusan yang seharusnya dimiliki masyarakat: Dalam hampir semua situasi, masyarakat berhak memutuskan.  Fasilitator hanya memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan sendiri.
c.    Tidak manipulatif: Fasilitator yang berbicara dengan fasih dan tingkat pendidikan yang tinggi dengan mudah dapat menjadi manipulator.  Kalau hal-hal itu diketahui oleh masyarakat, hubungan langsung rusak.  Fasilitator tidak berhak memaksa kehendaknya atau mengambil keputusan – walaupun masyarakat tidak tahu!
d.    Konsisten dalam pemberian masukan dan informasi: Fasilitator yang tidak konsisten akan membingungkan orang, lebih baik berpikir sederhana agar konsisten.
e.    Membantu masyarakat berpikir secara logis, melihat asumsi: Satu hal yang membantu masyarakat jangka panjang adalah peningkatan daya pikirnya, disebabkan fasilitator selalu mengajak mereka berpikir dan mendorong mereka untuk melihat kembali asumsi-asumsi yang dipegang, karena sebagian asumsi tidak betul. Dengan kebiasaan ini, masyarakat akan lebih mandiri.
f.     Membantu masyarakat melihat dari perspektif lain, menambah alternatif: Kedua kebiasaan ini juga membantu masyarakat berpikir sendiri.  Masyarakat diajak melihat suatu keadaan dari pandangan orang lain, karena dengan perspektif itu banyak asumsi dapat dipertanyakan.  Kemudian jika sudah biasa membangkitkan alternatif, masyarakat tidak akan memilih solusi pertama yang didengar, seperti biasa.  Dan kita tahu solusi pertama adalah solusi biasa, kurang kreatif.
g.    Memberi umpan balik kepada masyarakat, walaupun kurang disenangi: Orang yang sedang belajar harus diberi umpan balik begitu ada hal-hal yang perlu dikoreksi.  Orang yang dikoreksi mungkin kurang senang dikoreksi, tetapi harus dilakukan.  Hanya dilakukan secara terpisah – jangan di depan banyak orang atau dengan komentar yang menilai orangnya, karena yang dinilai adalah kegiatan yang dilakukan.
h.   Tidak membohongi: Kalau membohongi masyarakat, pasti akan diketahui dan tidak bisa bekerja bersama mereka lagi.
i.     Tidak menjelekkan program lain, konsultan lain, atau atasan proyek di depan masyarakat: Orang akan menganggap Fasilitator menjelekkan mereka kalau sedang ada di tempat lain, karena kebiasaan mengucapkan hal-hal negatif.  Masyarakat menilai hal ini tidak etis.
j.      Menghormati tokoh/penguasa setempat dengan tulus: Tokoh masyarakat adalah seseorang yang dihormati banyak orang di desa.  Apabila mereka mau membantu fasilitator, maka tugas-tugas pendampingan akan lebih efektif.  Sebaliknya, apabila mereka kurang setuju, mereka harus diajak berdialog sampai memahami pandangan Fasilitator.  Fasilitator: (1) tidak boleh “pura-pura” menghormati karena itu adalah semacam manipulasi; (2) menghormati tidak berarti harus sependapat.  Fasilitator boleh memiliki pendapat yang lain, tetapi  tetap menghormati.
k.    Menghormati pengalaman dan kemampuan orang lain: Pasti ada banyak orang di desa yang memiliki pengalaman dan kemampuan.  Orang itu dicari dan dimanfaatkan, dan mereka bisa membantu fasilitator mengubah pola pikir orang lain.  Masyarakat juga harus didorong untuk mencari dulu orang mampu yang sudah ada di desa.
l.     Netral, tidak berpihak (kecuali yang konsisten dengan tujuan program): Fasilitator berpihak pada orang dalam posisi lemah, apakah itu perempuan, pemuda, suku terasing, atau orang miskin.  Selain itu tidak boleh memilih atau mendukung kelompok tertentu dalam suatu diskusi atau debat.   Kalau fasilitator mendukung satu pihak, masyarakat tidak lagi percaya bahwa fasilitator adalah orang netral.
3.   Kode Etik PNPM Mandiri Perdesaan
Untuk mendukung terlaksananya tugas dan tanggung jawab, konsultan dan fasilitator dilarang:
a.    Mengambil keputusan, melakukan negosiasi, melakukan kompromi, memberi saran, atau melakukan tindakan apapun  yang merugikan  masyarakat
b.    Menerima apapun dari pihak manapun dengan tujuan:
1)    Meloloskan proses seleksi desa dan penetapan alokasi dana PNPM;
2)    Mempengaruhi pemilihan jenis kegiatan, lokasi dan spesifikasi kegiatan PNPM  dalam proses perencanaan;
3)    Sebagai hadiah, kompensasi, komisi, tanda terima kasih, atau apapun namanya dalam kaitannya dengan profesi sebagai fasilitator.
c.    Bertindak sebagai suplier bahan dan alat, menunjuk salah satu suplier,  atau berfungsi sebagai perantara;
d.    Bertindak sebagai juru bayar atau merekayasa pembayaran atau administrasi atas nama UPK, Tim Pengelola Kegiatan, atau kelompok masyarakat;
e.    Membantu atau menyalahgunakan dana PNPM untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau kelompok;
f.     Meminjam dana PNPM dengan alasan apapun baik atas nama pribadi, keluarga, atau kelompok;
g.    Memalsukan arsip, tanda tangan, atau laporan yang merugikan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung;
h.   Dengan sengaja mengurangi kualitas atau kuantitas pekerjaan;
i.     Dengan sengaja atau tidak sengaja membiarkan, tidak melaporkan, atau menutupi proses penyimpangan yang terjadi.

C.    PERENCANAAN PENEMPATAN FASILITATOR
Setiap awal tahun anggaran Korprov wajib mengajukan Laporan Kebutuhan Fasilitator dan Rencana Rekrutmen kepada Satker Provinsi apabila terdapat kebutuhan penempatan fasilitator. Korprov juga menyusun Perencanaan Penempatan Fasilitator dengan prosedur sebagai berikut :
1.     Identifikasi Kebutuhan
Tahap pertama dari perencanaan penempatan fasilitator adalah identifikasi kebutuhan Fasilitator berdasarkan jumlah lokasi baru, jumlah posisi kosong serta sebaran keseimbangan kinerja Fasilitator.


2.     Pemetaan Fasilitator
Berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan fasilitator ditetapkan rencana pemetaan (mapping) yang dibagi menjadi dua langkah yaitu pertama: pemetaan relokasi dan kedua: pemetaan fasilitator baru.
a.    Langkah Pertama: Pemetaan Relokasi
1)    Setiap satu tahun sekali masing-masing Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan dapat direlokasi dalam rangka pemerataan kapasitas dan peningkatan kinerja.
2)    Jika tidak ada lokasi baru atau posisi kosong maka dilakukan mapping pengabungan kinerja yaitu: 1) fasilitator lama yang memiliki nilai kinerja tinggi (A atau B) digabungkan fasilitator lama yang berada di rangking menengah ke bawah pada daftar fasilitator hasil seleksi aktif.
3)    Jika terdapat lokasi baru atau posisi kosong maka dilakukan mapping pengabungan kinerja yaitu: 1) fasilitator lama yang memiliki nilai kinerja tinggi (A atau B) digabungkan fasilitator baru yang berada di rangking menengah ke bawah pada daftar fasilitator hasil seleksi aktif, atau sebaliknya.

b.   Langkah Kedua: Pemetaan Fasilitator Baru
1)    Penempatan fasilitator baru dapat terjadi dikarenakan bertambahan lokasi program atau adanya posisi kosong. Kendatipun dalam rekrutmen FK dimungkinkan sarjana fresh graduate namun demikian di setiap provinsi dan/atau kabupaten ditetapkan quota fresh graduate maksimal 30% fasilitator baru dan 70% fasilitator lama. Apabila quota fresh graduate sudah mencapai maksimal 30% maka Satker Provinsi wajib mencari calon fasilitator yang sudah perpengalaman di bidang pemberdayaan masyakat maksimal 1 tahun pengalaman relevan.
2)    Acuan pemetaan fasilitator baru adalah hasil pemetaan relokasi. Berdasarkan hasil pemetaan fasilitator existing, maka dilakukan mapping pengabungan kinerja yaitu: 1) fasilitator lama yang memiliki nilai kinerja tinggi (A atau B) digabungkan fasilitator baru yang berada di rangking menengah ke bawah pada daftar fasilitator hasil seleksi aktif, atau sebaliknya 2) fasilitator lama yang memiliki nilai kinerja rendah (C atau D) digabungkan fasilitator baru yang berada di rangking menengah ke atas pada daftar fasilitator hasil seleksi aktif.

D.    PENGAJUAN PEMETAAN FASILITATOR
Hasil akhir dari pemetaan fasilitator adalah dokumen Mapping Penempatan Fasilitator yang memuat daftar lokasi program, daftar sebaran nama fasilitator lama di setiap lokasi program, serta daftar sebaran nomer ranking fasilitator baru di setiap lokasi program. Berdasarkan prinsip-prinsip penempatan fasilitator dimaksud, penetapan mekanisme adalah sebagai berikut :
1.     Korprov diharuskan mengajukan Pemetaan Fasilitator untuk mendapatkan persetujuan dari Satker Provinsi paling lambat satu bulan sebelum pelatihan pra tugas.
2.     Pemetaan Fasilitator yang telah disetujui oleh Satker Provinsi akan menjadi dasar penyusunan Daftar Penempatan Fasilitator hasil seleksi pra tugas.
3.     Apabila Satker Provinsi berkeberatan terhadap rekomendasi Korprov maka Satker Provinsi wajib mengajukan surat berkeberatan kepada Satker Pusat yang disertai penjelasan dan pertimbangan yang rasional, serta disampaikan paling lambat satu bulan sebelum pelatihan pra tugas.
4.     Satker Pusat berkewajiban menanggapi usulan Satker Provinsi tentang Mapping Penempatan Fasilitator Baru.  Apabila sampai dengan 1 (satu) minggu sebelum dimulainya Pelatihan Pra Tugas ternyata Satker Pusat belum memberikan tanggapan terhadap usulan Satker Provinsi tentang Pemetaan Fasilitator maka secara otomatis dokumen yang diusulkan oleh Satker Provinsi berlaku secara resmi.
5.     Keputusan Satker Pusat tentang Pemetaan Fasilitator sebagai jawaban atas surat keberatannya yang diajukan Satker Provinsi bersifat final dan harus digunakan oleh Satker Pusat sebagai dasar penetapan mapping fasilitator.

E.    MOBILISASI
Mobilisasi Fasilitator ke lokasi tugas dilakukan dengan berdasarkan pada daftar rangking hasil seleksi aktif melalui pelatihan pra tugas, hasil promosi, daftar cadangan fasilitator, maupun hasil rekrutmen terbatas yang sudah memperoleh pelatihan dalam bentuk IST atau OJT. Agar pelaksanaan mobilisasi Fasilitator dapat dikelola secara transparan dan akuntabel maka ditetapkan prosedur mobilisasi sebagai berikut:
1.     Mobilisasi Fasilitator dari Hasil Pelatihan Pra Tugas
a.    Hasil pelatihan pra tugas dimobilisasi untuk mengisi posisi kosong pada awal tahun anggaran sebagai tindak lanjut tambahan lokasi baru atau pengisian posisi kosong yang jumlah kuotanya di atas 15 orang untuk setiap jenis Fasilitator.
b.   Berdasarkan Berita Acara Pelatihan Pra Tugas dan Pemetaan Fasilitator, maka Korprov melalui Adprov menyusun Daftar Penempatan Fasilitator untuk diajukan kepada Satker Provinsi. Mekanisme penetapan Daftar Penempatan Fasilitator diatur dengan mekanisme sebagai berikut :
1)    Korprov melalui Adprov paling lambat 1 (satu) hari sebelum ditutupnya pelatihan pra tugas diharuskan menyusun Daftar Penempatan Fasilitator.
2)    Dokumen Daftar Penempatan Fasilitator diajukan kepada  Satker Provinsi untuk dimintakan persetujuan dan penetapan secara resmi paling lambat 1 (satu) hari sebelum pelatihan ditutup.
3)    Daftar Penempatan Fasilitator sudah disetujui dan ditetapkan Satker Provinsi paling lambat pada hari penutupan acara pelatihan pra tugas.
4)    Apabila Satker Provinsi tidak setuju dengan rekomendasi KMW tentang Daftar Penempatan Fasilitator maka Satker Provinsi berkewajiban menerbitkan SPT Sementara yang disusun sesuai dengan Daftar Penempatan Fasilitator yang diajukan Korprov.
5)    Satker Provinsi menindaklanjuti sikap ketidaksetujuan dimaksud dengan mengajukan kepada Satker Pusat perihal usulan Daftar Penempatan Fasilitator paling lambat 1 (satu) minggu setelah diterbitkannya SPT Sementara.
6)    Satker Pusat berkewajiban menanggapi usulan Satker Provinsi tentang Daftar Penempatan Fasilitator paling lambat akhir 7 (tujuh) hari kerja dari tanggal surat yang diajukan Satker Provinsi. Apabila sampai dengan akhir jangka waktu yang dtetapkan ternyata Satker Pusat secara resmi belum menanggapi usulan Satker Provinsi maka Daftar Penempatan Fasilitator yang diusulkan oleh Satker Provinsi berlaku secara resmi.
7)    Keputusan Satker Pusat bersifat final dan Satker Provinsi harus menggunakan keputusan Satker Pusat sebagai dasar penetapan Daftar Penempatan Fasilitator.
c.    Daftar Penempatan Fasilitator menjadi dasar bagi Sekretariat Provinsi dalam menyusun Kontrak Kerja, dan Surat Perintah Tugas (SPT)/SPT Sementara. Fasilitator yang dimobilisasi ke lokasi tugas diwajibkan membawa Kontrak Kerja dan SPT/SPT Sementara. Apabila sampai dengan waktu dimobilisasikannya Fasilitator ke lokasi tugas belum ada dokumen kontrak kerja dan SPT/SPT Sementara maka kepada setiap Fasilitator diwajibkan membawa Daftar Penempatan Fasilitator.
d.   Fasilitator yang dimobilisasi ke lokasi tugas berhak memperoleh biaya mobilisasi berupa biaya transportasi.
2.     Mobilisasi Fasilitator dari Hasil Promosi, Cadangan, dan Rekrutmen Terbatas
Mobilisasi Fasilitator dari hasil promosi, cadangan atau rekrutmen terbatas dilakukan untuk mengisi posisi kosong pada tahun anggaran berjalan. Prosedur mobilisasi Fasilitator dari hasil promosi, cadangan, dan rekrutmen terbatas sebagai berikut:
a.    Satker Provinsi berkewajiban untuk secara langsung, cepat dan tepat mengisi posisi kosong pada tahun anggaran berjalan dari fasilitator yang ada di daftar cadangan, hasil promosi atau hasil rekrutmen terbatas.
b.   Satker Provinsi berkewajiban menetapkan Daftar Penempatan Fasilitator berdasarkan urutan rangking yang ada pada daftar cadangan, hasil promosi atau hasil rekrutmen terbatas.
c.    Daftar Penempatan Fasilitator dimaksud menjadi dasar bagi Sekretariat Provinsi dalam menyusun Kontrak Kerja, dan SPT.
d.    Fasilitator yang dimobilisasi ke lokasi tugas diwajibkan membawa Kontrak Kerja dan SPT. Apabila sampai dengan waktu dimobilisasikannya Fasilitator ke lokasi tugas belum ada dokumen kontrak kerja dan SPT maka kepada setiap Fasilitator diwajibkan membawa Daftar Penempatan Fasilitator.
e.    Fasilitator yang dimobilisasi ke lokasi tugas berhak memperoleh biaya mobilisasi berupa biaya transportasi.
F.    HARI DAN JAM KERJA FASILITATOR
1.     Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan berwajiban tinggal di lokasi penugasan agar dapat bekerja secara purna waktu. Fasilitator bekerja dengan mengatur waktu kerja yang disesuaikan dengan permintaan dan tuntutan pelayan yang diminta masyarakat. Untuk itu,  Fasilitator diwajibkan secara minimal bekerja 8 jam per hari, serta masuk 6 hari kerja per minggu.
2.     Fasilitator wajib melaporkan kehadirannya di lokasi tugas dan membuktikan bahwa dirinya bekerja dalam bentuk Dokumen Lembar Waktu Kerja (LWK).
3.     Fasilitator wajib melaporkan aktivitas kerjanya dan hasil kerjanya selama minimal 8 jam per hari, serta masuk 6 hari kerja per minggu dalam bentuk Laporan Individu.
4.     Apabila Fasilitator tidak tinggal di lokasi tugas, meninggalkan lokasi tugas tanpa ijin selama 10 (sepuluh) hari kerja berturut-turut, atau meninggalkan lokasi tugas selama 20 (duapuluh) hari kerja selama 1 (satu) tahun maka terhadap Fasilitator yang bersangkutan wajib dikenakan PHK.
5.     Satker Provinsi wajib menyusun rekapitulasi LWK Fasilitator dalam satu tahun kontrak sebagai dasar jika melakukan PHK atas butir 4 di atas.
G.    CUTI DAN HARI LIBUR
1.     Cuti Tahunan
a.    Setiap Fasilitator yang telah memiliki masa kontrak kerja 12 bulan atau lebih di proyek PNPM Mandiri Perdesaan berhak atas cuti tahunan. Dengan demikian, terhadap Fasilitator yang bersangkutan berhak untuk meninggalkan tugas dengan tetap memperoleh hak atas pembayaran honorarium dan tunjangan.
b.   Setiap Fasilitator berhak mengambil Cuti Tahunan selama 12 (dua belas) hari kerja. Apabila seorang Fasilitator pada tahun anggaran berjalan hanya mempergunakan beberapa hari dari jumlah total hak cuti tahunan, maka sisa hari dari hak cuti tahunan Fasilitator bersakutan pada tahun anggaran berikutnya dianggap gugur atau hilang.
c.    Segala bentuk izin meninggalkan tugas dengan alasan lain diluar sakit dengan keterangan dokter (maksimal 5 hari) dapat dikonversikan dengan perhitungan jumlah hari cuti tahunan. Konversi dilakukan dengan cara mencatatkan pada LWK setiap bulan berjalan.
d.   Prosedur pengajuan cuti tahunan adalah sebagai berikut:
*    Fasilitator mengajukan permohonan cuti secara tertulis kepada Satker Provinsi dengan tembusan Supervisornya, Korprov dan PjOKab sekurang-kurangnya 14 hari kerja sebelum pelaksanaan ijin cuti tahunan.
*    Satker Provinsi akan menerbitkan surat persetujuan atau surat penolakan cuti setelah mempertimbangkan rekomendasi Supervisor dari Fasilitator bersangkutan.
2.     Cuti Sakit
a.    Setiap Fasilitator berhak mengajukan izin meninggalkan tugas selama maksimal 5 (lima) hari apabila menderita sakit dengan dibuktikan melalui surat keterangan dokter. Fasilitator yang sakit tetap memperoleh hak atas pembayaran honorarium dan tunjangan. 
b.   Apabila Fasilitator menderita sakit sehingga membutuhkan istirahat lebih dari 5 (lima) hari maka terhadap bersangkutan tetap diijinkan dengan memotong sisa jumlah hari pada cuti tahunan. Fasilitator yang sakit tetap memperoleh hak atas pembayaran honorarium dan tunjangan.
c.    Apabila Fasilitator menderita sakit sehingga membutuhkan istirahat lebih dari 5 (lima) hari dapat diberikan ijin cuti dengan memotong sisa jumlah hari pada cuti tahunan. Fasilitator yang bersangkutan akan memperoleh honorarium dan tunjangan secara penuh apabila jumlah hari cuti sakit, jumlah hari cuti tahunan dan jumlah hari kerja dalam satu bulan dimaksud minimal 17 hari kerja.
d.    Apabila seorang Fasilitator telah kehabisan hak cuti namun berdasarkan keterangan dokter/rumah sakit dinyatakan sakit maka pengaturan ijin cuti diatur sebagai berikut:
Fasilitator Kecamatan
1)    Apabila dalam satu bulan masih dapat melaksanakan tugas selama minimal 17 hari kerja, maka Fasilitator Kecamatan dimaksud akan tetap mendapatkan honorarium dan tunjangan.
2)    Apabila dalam satu bulan hanya memenuhi 6 sampai dengan 16 hari kerja, maka Fasilitator Kecamatan dimaksud hanya akan mendapatkan honorarium,  tunjangan komunikasi, perumahan, asuransi, operasional kantor serta tidak mendapatkan tunjangan transportasi.
3)    Apabila dalam satu bulan tidak memenuhi minimal 5 hari kerja, maka Fasilitator Kecamatan dimaksud tidak akan mendapatkan honorarium dan tunjangan.
4)    Apabila dalam bulan kedua Fasilitator Kecamatan dimaksud berdasarkan keterangan dokter/rumah sakit dinyatakan masih sakit, maka Fasilitator Kecamatan dimaksud dibebastugaskan tanpa honorarium dan tunjangan.
5)    Jika pada bulan ketiga Fasilitator Kecamatan dimaksud sudah sembuh maka dapat kembali bekerja, dan sebaliknya jika Fasilitator bersangkutan masih sakit maka Satker Provinsi wajib menetapkan Surat Keputusan PHK.

               Fasilitator Kabupaten
1.    Apabila jumlah kehadirannya tidak penuh dalam satu bulan, maka untuk pembayaran honorarium dan tunjangan transportasi diperhitungkan berdasarkan time based (jumlah kehadiran dalam satu bulan), kecuali untuk tunjangan asuransi, komunikasi dan perumahan tetap dibayarkan lumpsum.
2.    Apabila dalam bulan kedua Fasilitator Kabupaten dimaksud berdasarkan keterangan dokter/rumah sakit dinyatakan masih sakit, maka Fasilitator Kabupaten dimaksud dibebastugaskan tanpa honorarium dan tunjangan.
3.    Jika pada bulan ketiga Fasilitator Kabupaten dimaksud sudah sembuh maka dapat kembali bekerja, dan sebaliknya jika Fasilitator Kabupaten bersangkutan masih sakit maka Satker Provinsi wajib menetapkan Surat Keputusan PHK.

e.    Supervisor dari Fasilitator yang sakit sebagaimana butir 2.d.4). di atas berkewajiban untuk mengendalikan kinerja program di lokasi tugas bersama-sama dengan rekan satu tim di lokasi penugasan atau antar kecamatan di kabupaten setempat.
f.     Satker PMD Provinsi akan menerbitkan surat persetujuan/penolakan cuti sakit maupun pemberian dispensasi cuti sakit selama 1 (satu) bulan berdasarkan rekomendasi dari supervisor Fasilitator yang bersangkutan.
g.   Prosedur pengajuan dispensasi cuti sakit adalah sebagai berikut:
*    Fasilitator yang sakit mengajukan permohonan cuti sakit secara tertulis paling lambat 1 (hari) setelah tidak hadir di lokasi tugas.
*    Setiap surat ijin cuti sakit harus dilampiri surat keterangan dokter
*    Satker Provinsi wajib menerbitkan surat persetujuan terhadap ijin cuti sakit apabila dapat dibuktikan surat keterangan dokter adalah benar adanya.
*    Pengajuan perpanjangan ijin cuti sakit dengan menggunakan cuti tahunan diajukan paling lambat 1 (satu) hari menjelang ijin cuti sakit berakhir.
*    Satker Provinsi menerbitkan surat persetujuan tambahan ijin cuti sakit apabila dapat dibuktikan surat keterangan dokter adalah benar adanya, dan dapat dibuktikan Fasilitator yang bersangkutan masih memiliki sisa cuti tahunan.
*    Satker Provinsi menerbitkan surat persetujuan tambahan ijin cuti sakit tanpa pemberian honorarium dan tunjangan selama 1 (satu) bulan apabila dapat dibuktikan bahwa Fasilitator yang bersangkutan tidak memiliki sisa cuti tahunan dan berdasarkan surat keterangan dokter/rumah sakit dinyatakan Fasilitator bersangkutan harus dirawat atau dibebaskan tugas dan pekerjaan.
*    Satker Provinsi berkewajiban menerbitkan Surat PHK terhadap Fasilitator yang menderita sakit apabila pada bulan ketiga masih sakit berdasarkan surat keterangan dokter/rumah sakit.
3.     Cuti Melahirkan
Setiap Fasilitator Perempuan berhak atas Cuti Melahirkan maksimal 3 (tiga) bulan berturut-turut mulai dari pra maupun pasca melahirkan. Fasilitator yang bersangkutan tetap memperoleh hak atas pembayaran honorarium tanpa tunjangan operasional kerja. Prosedur cuti melahirkan adalah sebagai berikut:
a.    Fasilitator mengajukan permohonan cuti melahirkan secara tertulis kepada Satker Provinsi dengan tembusan Supervisornya, Korprov, dan PjOKab sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari sebelum pelaksanaan cuti.
b.   Satker PMD Provinsi akan menerbitkan surat persetujuan/penolakan cuti berdasarkan rekomendasi dari supervisornya.
c.    Fasilitator bersangkutan wajib masuk kerja setelah Cuti Melahirkan berakhir.
4.     Cuti Ibadah Haji
Fasilitator yang mengajukan Cuti Ibadah Haji wajib menggunakan cuti tahunannya secara penuh yaitu 12 (duabelas) hari, dan diberi dispensasi tambahan cuti tambahan selama 1 (satu) bulan tanpa menerima honorarium dan tunjangan. Prosedur pengajuan Cuti Ibadah Haji adalah sebagai berikut:
a.    Fasilitator mengajukan permohonan cuti melaksanakan ibadah haji secara tertulis kepada Satker Provinsi dengan dengan tembusan Supervisornya, Korprov, dan PjOKab sekurang-kurangnya 14 (empatbelas) hari sebelum pelaksanaan cuti.
b.   Fasilitator melaksanakan serah terima pekerjaan kepada teman satu tim dan supervisor atasan langsung.
c.    Fasilitator bersangkutan wajib masuk kerja setelah Cuti Ibadah Haji.

H.   RELOKASI
Relokasi Fasilitator dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan program. Aturan main relokasi Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan ditetapkan sebagai berikut:
1.     Prinsip-Prinsip Relokasi
a.    Relokasi FK/Asisten FK diutamakan dilakukan dalam kabupaten yang sama, dan relokasi Faskab/Asisten Faskab diutamakan dilakukan dalam provinsi yang sama.
b.   Relokasi dapat dilakukan untuk pengisian posisi kosong dari posisi Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan ke posisi fasilitator Pilot Project atau sebaliknya apabila pembiayaan Fasilitator Pilot Project dibiayai dengan DIPA Dekonsentrasi PNPM Mandiri Perdesaan.
c.    Relokasi dalam rangka pengisian posisi kosong dimungkinkan untuk dilakukan lintas provinsi khususnya posisi FK, Asisten Faskab dan Faskab.
d.    Relokasi yang ditujukan untuk pemerataan kualitas kinerja antar lokasi harus dilakukan sebelum atau sesudah mobilisasi fasilitator baru.
e.    Khusus bagi Fasilitator yang direlokasi ke posisi fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan atau sebaliknya ke posisi fasilitator Pilot Project diwajibkan mendapatkan In Service Training dan On Job Training oleh Supervisornya.
2.     Prosedur Relokasi dalam Provinsi yang sama
a.    Korprov mengajukan usulan Relokasi Fasilitator kepada Satker Provinsi paling lambat 1 (satu) bulan sebelum pelaksanaan relokasi.
b.   Satker Provinsi harus sudah menerbitkan SPT baru untuk Fasilitator yang direlokasi paling lambat satu minggu sebelum relokasi dilaksanakan.
c.    Apabila Satker Provinsi berkeberatan dengan rekomendasi Korprov tentang Relokasi Fasilitator maka Satker Provinsi wajib menerbitkan SPT Sementara sesuai dengan usulan Korprov paling lambat 1 (satu) minggu sebelum pelaksanaan relokasi.
d.    Berdasarkan SPT/SPT Sementara dimaksud dalam jangka waktu satu minggu yang tersisa Fasilitator dapat menyerahterimakan hasil pekerjaan kepada Supervisornya. Serah terima hasil pekerjaan dituangkan dalam Berita Acara Serah terima Pekerjaan yang ditandatangani oleh Fasilitator dan Supervisornya.
e.    Satker Provinsi mengajukan keberatan kepada Satker Pusat tentang Relokasi Fasilitator disertai pertimbangan-pertimbangan rasional dan surat dikirimkan paling lambat dua minggu sebelum rencana Relokasi Fasilitator dijalankan.
f.     Satker Pusat berkewajiban menanggapi usulan Satker Provinsi tentang Relokasi Fasilitator paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya surat dimaksud. Apabila sampai dengan akhir dari tenggang waktu yang ditetapkan Satker Pusat belum memberikan tanggapan terhadap usulan Satker Provinsi tentang Relokasi Fasilitator maka secara otomatis dokumen yang diusulkan oleh Satker Provinsi akan berlaku secara resmi, dan relokasi diubah sesuai dengan Keputusan Satker Provinsi dimaksud.
g.    Keputusan Satker Pusat sebagai jawaban atas keberatan Satker Provinsi perihal Relokasi Fasilitator bersifat final dan Satker Provinsi harus menggunakan keputusan Satker Pusat sebagai dasar penetapan Relokasi Fasilitator.
h.    Seluruh biaya relokasi dalam satu provinsi yang sama disediakan oleh Satker Provinsi sesaui ketentuan biaya yang ada dalam DIPA Dekonsentrasi.

3.     Prosedur Relokasi Antar Provinsi Atas Inisiatif Satker Provinsi
Satker Provinsi berhak melakukan relokasi antar provinsi jika di provinsi setempat kesulitan mencari FK, Asisten Faskab maupun Faskab untuk mengisi posisi kosong dengan pengaturan sebagai berikut:
a.    Proses perencanaan relokasi antar provinsi dilakukan oleh Korprov apabila dalam satu wilayah kerja KMW yang sama atau antar TL KMW apabila lokasi provinsi sudah berbeda wilayah kerjanya.
b.   Apabila antar Korprov atau antar TL KMW sudah saling menyepakati relokasi antar provinsi maka Korprov berkewajiban menyampaikan rekomendasi relokasi antar provinsi kepada kedua Satker Provinsi.
c.    Jika kesepakatan antar Satker Provinsi sudah dicapai maka Relokasi dilakukan paling lambat pada tanggal 1 (satu).
d.    Satker Provinsi asal Fasilitator yang direlokasi harus mencabut Kontrak Kerja dan SPT, dan mengirimkan surat persetujuan relokasi         ke Satker Provinsi yang dituju dengan tembusan Satker Pusat. Satker Provinsi yang meminta relokasi segera menerbitkan Kontrak Kerja dan SPT untuk Fasilitator yang direlokasi.
e.    Dalam proses relokasi fasilitator yang dilakukan atas inisiatif Satker Provinsi yang meminta relokasi, maka Satker Provinsi tersebut berkewajiban mengganti biaya relokasi secara at cost yaitu pembayaran diberikan berdasarkan bukti-bukti pengeluaran biaya transportasi.
f.     Satker Provinsi yang tidak setuju dengan relokasi antar provinsi mengajukan keberatan kepada Satker Pusat dan Satker Provinsi yang meminta relokasi disertai pertimbangan rasional, dan surat dimaksud disampaikan paling lambat dua minggu sebelum rencana Relokasi Fasilitator dijalankan.
g.    Satker Pusat berkewajiban menanggapi keberatan Satker Provinsi tentang Relokasi Fasilitator paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya surat usulan dari Satker Provinsi. Keputusan Satker Pusat bersifat final dan Satker Provinsi harus menggunakan keputusan Satker Pusat sebagai dasar penetapan Relokasi Fasilitator.
h.    Relokasi dilakukan paling lambat pada tanggal 1 (satu), dan biaya relokasi diberikan oleh Satker Provinsi tujuan.

4.     Prosedur Relokasi Antar Provinsi Atas Keputusan Satker Pusat
Satker Pusat berkewajiban melakukan relokasi antar provinsi jika di satu provinsi tertentu jumlah Fasilitator berlebih dikarenakan berkurangnya lokasi program, sedangkan di provinsi lainnya ada posisi kosong. Prosedur relokasi antar provinsi yang diatur secara langsung oleh Satker Pusat adalah sebagai berikut:
a.    Satker Pusat memerintahkan KMW mendata fasilitator masuk daftar demobilisasi, dan mengkonfirmasukan kepada mereka tentang kesediaannya untuk direlokasi ke provinsi lain. Fasilitator yang bersedia direlokasi selanjutnya disusun dalam Daftar Relokasi Antar Provinsi untuk disampaikan kepada Satker Pusat.
b.   Satker Pusat memerintahkan KMW memetakan posisi-posisi kosong di provinsi wilayah tugasnya yang akan ditempati Fasilitator hasil relokasi.
c.    Berdasarkan laporan KMW tersebut, Satker Pusat menerbitkan surat perintah relokasi antar provinsi kepada setiap Fasilitator yang bersedia direlokasi.
d.    Satker Pusat memerintah Satker Provinsi tujuan untuk menerbitkan Kontrak Kerja dan SPT baru terlebih dahulu sebelum Fasilitator bersangkutan direlokasi ke lokasi baru. Satker Provinsi asal Fasilitator dapat mencabut Kontrak Kerja dan SPT lama jika sudah ada Kontrak Kerja dan SPT baru di Provinsi tujuan.
e.    Keputusan Satker Pusat ini bersifat final sehingga Satker Provinsi harus menggunakannya sebagai dasar relokasi antar provinsi.
f.     Relokasi antar provinsi ini harus dilakukan paling lambat pada tanggal 1 (satu).
g.    Satker Provinsi tujuan berkewajiban mengganti biaya relokasi dengan menggunakan dana relokasi yang ada di DIPA Dekonsentrasi melalui mekanisme at cost  yaitu pembayaran diberikan berdasarkan bukti biaya transportasi.
5.     Prosedur Relokasi Antar Provinsi Atas Inisiatif Fasilitator
Setiap Fasilitator berhak mengajukan permohonan relokasi tugas antar provinsi atas inisiatif pribadi dengan prosedur sebagai berikut:
a.    Fasilitator dimaksud telah bertugas di lokasi asal sekurang-kurangnya tiga tahun atau dua siklus program
b.    Di provinsi tujuan ada lokasi kosong untuk posisi yang sama
c.    Pembiayaan relokasi antar provinsi ditanggung sendiri oleh yang bersangkutan
d.    Fasilitator yang bersangkutan berkewajiban mengajukan usulan relokasi antar provinsi kepada Korprov lokasi asal maupun Korprov Lokasi tujuan.
e.    Apabila kedua Korprov sudah setuju, KMW wajib merekomendasikan kepada Satker Pusat untuk menetapkan surat perintah relokasi antar provinsi yang diajukan atas inisiatif pribadi Fasilitator.
f.     Satker Pusat wajib mempertimbangkan pendapat Satker Provinsi asal maupun Satker Provinsi tujuan sebelum menetapkan Surat Perintah Relokasi Antar Provinsi.
g.    Relokasi atas inisiatif pribadi dilakukan paling lambat pada tanggal 1 (satu).
I.     PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)
1.     Prinsip-Prinisp PHK
Satker Provinsi sebagai Pihak Pertama dalam kontrak kerja Fasilitator wajib melakukan PHK jika Fasilitator dinyatakan bersalah karena melanggar perjanjian kerja sebagai berikut:
a.    Pelanggaran terhadap perjanjian kontrak kerja yang diputuskan secara sepihak oleh Satker Provinsi selaku Pihak Pertama terhadap Fasilitator sebagai Pihak Kedua berdasarkan ditemukannya alat bukti yang sah dan meyakinkan.
b.    Pelanggaran terhadap Tata Perilaku (Code of Conduct) yang diputuskan secara sepihak oleh Satker Provinsi selaku Pihak Pertama terhadap Fasilitator sebagai Pihak Kedua berdasarkan ditemukannya alat bukti yang sah dan meyakinkan.
c.    Hasil evaluasi kinerja terhadap Fasilitator menunjukkan Kompetensi kinerja rendah yang ditandai oleh hasil evaluasi kinerja triwulanan adalah nilai D sebanyak dua kali berturut-turut.
d.    Pelanggaran terhadap kode etik berdasarkan rekomendasi yang diputuskan oleh Majelis Kode Etik
2.     PHK terhadap Fasilitator karena Pelanggaran terhadap Kontrak Kerja dan  Code of Conduct
a.    Terhadap indikasi pelanggaran Kontrak Kerja dan  Code of Conduct yang dilakukan oleh FK/Asisten FK dilakukan investigasi dan tindakan antisipatif sebagai berikut:
a.    Faskab melakukan investigasi awal atas adanya indikasi FK/Asisten FK melakukan pelangaran Kontrak Kerja dan  Code of Conduct.
b.    Jika FK/Asisten FK terbukti melanggar Kontrak Kerja dan  Code of Conduct,  Faskab harus mengambil keputusan untuk membebastugaskan sementara atau tetap menugaskan sampai akhir bulan berjalan. Pertimbangan rasional ini diambil terkait keuntungan dan kerugian dalam pelaksanaan program.
c.    Faskab harus melaporkan kepada Korprov perihal pelanggaran yang dilakukan FK/Asisten FK beserta langkah-langkah antisipasipanya.
d.    Korprov memerintah Adprov melakukan investigasi lebih lanjut terhadap laporan Faskab dimaksud.
b.   Terhadap indikasi pelanggaran kontrak Kontrak Kerja dan  Code of Conduct yang dilakukan Faskab/Asisten Faskab dilakukan penanganan sebagai berikut:
1)    Korprov wajib memerintahkan Adprov melakukan investigasi awal atas adanya indikasi pelanggaran Kontrak Kerja dan Code of Conduct oleh Faskab/Asisten Faskab.
2)    Jika Faskab/Asisten Faskab terbukti melanggar Kontrak Kerja dan  Code of Conduct,  Korprov harus mengambil keputusan untuk membebastugaskan sementara atau tetap menugaskan sampai akhir bulan berjalan. Pertimbangan rasional ini diambil terkait keuntungan dan kerugian pelaksanaan program.
c.    Korprov wajib merekomendasikan kepada Satker Provinsi perihal PHK kepada Fasilitator dengan pengaturan sebagai berikut:
1)    pemberitahuan pelanggaran Kontrak Kerja dan  Code of Conduct oleh Fasilitator yang disertai bukti dan dokumen pendukung.
2)    pertimbangan legal dan rasional sebagai dasar dilakukannya PHK terhadap Fasilitator
3)    surat perintah Faskab kepada FK/Asisten FK atau surat Korprov kepada Faskab/Asisten Faskab perihal pembebastugasan sementara atau tetap bekerja sampai akhir bulan
4)    karena Faskab atau Korprov dapat menghentikan sementara Fasilitator dari penugasan maka perhitungan honorarium dan/atau tunjangan bulan berjalan yang harus dibayarkan oleh Satker Provinsi kepada Fasilitator yang akan dikenai PHK diatur sebagai  berikut:
*      Fasilitator yang bersangkutan akan tetap mendapatkan honorarium dan tunjangan apabila dalam satu bulan masih dapat melaksanakan tugas selama minimal 17 hari kerja.
*      Fasilitator yang bersangkutan akan mendapatkan honorarium apabila dalam satu bulan hanya memenuhi 10 sampai dengan 16 hari kerja
*      Fasilitator yang bersangkutan tidak akan mendapatkan honorarium dan tunjangan apabila dalam satu bulan tidak memenuhi minimal 10 hari kerja
5)    jika pelanggaran kontra kerja yang dilakukan Fasilitator tidak terkait penyimpangan keuangan maka jumlah honorarium serta tunjangan tetap dibayarkan tanpa diminta kembali
6)    jika pelanggaran kontrak kerja berkaitan dengan pemalsuan SPPD maka jumlah honorarium serta tunjangan tetap dibayarkan tetapi diminta kembali untuk digunakan sebagai ganti rugi atas dana yang telah disimpangkannya
d.    Surat rekomendasi Korprov kepada Satker Provinsi perihal untuk PHK terhadap Fasilitator harus ditembuskan kepada Satker Pusat.
e.    Satker Provinsi wajib menerbitkan surat PHK yang dilampiri bukti-bukti lainnya. Satker Provinsi wajib membayarkan dan/atau meminta kembali honorarium dan/atau tunjangan Fasilitator dimaksud sesuai rekomendasi Korprov.
3.     PHK terhadap Fasilitator karena Kinerja Rendah (Evaluasi Kinerja)
a.    Fasilitator yang berkinerja rendah diberi nilai D sebanyak dua kali berturut-turut berdasarkan hasil evaluasi kinerja triwulanan.
b.   Korprov harus merekomendasikan kepada Satker Provinsi  untuk melakukan PHK terhadap Fasilitator dimaksud dengan tembusan Satker Pusat
c.    Satker Provinsi berkewajiban melakukan PHK terhadap Fasilitator yang berdasarkan hasil evaluasi kinerja triwulan mendapatkan nilai D sebanyak dua kali berturut-turut.
d.    Satker Provinsi dapat mengajukan keberatan kepada Satker Pusat berkaitan dengan rekomendasi PHK karena kinerja rendah sebagai hasil evaluasi kinerja dengan melampirkan pertimbangan-pertimbangan rasional.
e.    Satker Pusat berkewajiban menanggapi usulan Satker Provinsi dimaksud dengan memerintahkan KMN melakukan investigasi khusus terhadap rekomendasi Korprov tentang PHK kepada Fasilitator. Berdasarkan hasil investigasi khusus dimaksud Satker Pusat dapat memperkuat rekomendasi Korprov atau sebaliknya menyetujui usulan Satker Provinsi. Keputusan Satker Pusat bersifat final sehingga Satker Provinsi harus menggunakan keputusan Satker Pusat ini sebagai dasar penetapan PHK.
f.     Apabila sampai dengan jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja Satker Pusat secara resmi belum memberikan tanggapan terhadap keberatan Satker Provinsi, maka Satker Provinsi berwenang untuk menolak rekomendasi Korprov serta berkewajiban membebaskan Fasilitator dari segala tuduhan dan/atau memulihkan hak-hak Fasilitator yang sebelumnya ditunda.
4.     PHK terhadap Fasilitator karena Pelanggaran Kode Etik
a.    Terhadap indikasi Pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh FK/Asisten FK dilakukan investigasi dan tindakan antisipatif sebagai berikut:
1)    Faskab melakukan investigasi awal atas adanya indikasi FK/Asisten FK melakukan Pelanggaran Kode Etik.
2)    Jika FK/Asisten FK terbukti melanggar Kode Etik,  Faskab harus mengambil keputusan untuk membebastugaskan sementara atau tetap menugaskan FK/Asisten FK sampai akhir bulan berjalan. Pertimbangan rasional ini diambil terkait keuntungan dan kerugian dalam pelaksanaan program.
3)    Faskab harus melaporkan kepada Korprov perihal Pelanggaran Kode Etik dilakukan FK/Asisten FK beserta langkah antisipatif Faskab untuk menangani masalah dimaksud.
4)    Korprov memerintah Adprov melakukan investigasi lebih lanjut terhadap laporan Faskab dimaksud.
b.   Terhadap indikasi Pelanggaran Kode Etik yang dilakukan Faskab/Asisten Faskab dilakukan investigasi dan antisipasi sebagai berikut:
1)    Korprov wajib memerintahkan Adprov melakukan investigasi awal atas adanya indikasi Faskab/Asisten Faskab melakukan Pelanggaran Kode Etik.
2)    Jika Faskab/Asisten Faskab terbukti melanggar Kode Etik, maka Korprov harus mengambil keputusan untuk membebastugaskan sementara atau menugaskan sampai akhir bulan berjalan. Pertimbangan rasional ini diambil terkait keuntungan dan kerugian pelaksanaan program.
c.    Korprov wajib merekomendasikan kepada Satker Provinsi perihal PHK kepada Fasilitator dengan pengaturan sebagai berikut:
1)    pemberitahuan Pelanggaran Kode Etik oleh Fasilitator yang disertai bukti dan dokumen pendukung.
2)    surat perintah Faskab kepada FK/Asisten FK atau surat Korprov kepada Faskab/Asisten Faskab perihal pembebastugasan sementara atau tetap bekerja sampai akhir bulan
3)    penundaan pembayaran honorarium dan tunjangan Fasilitator untuk bulan berjalan sebagai langkah antisipatif dari proses sidang Majelis Kode Etik.
4)    Fasilitator dibebastugaskan dalam jangka waktu satu bulan berikutnya
d.    Satker Provinsi menerbitkan surat kepada Fasilitator yang melanggar kode etik yang memuat:
1)    pemberitahuan pelanggaran kode etik yang dilakukan dan permintaan klarifikasi kepada Fasilitator apakah yang bersangkutan akan meminta diadakannya Sidang Majelis Kode Etik (MKE)
2)    mempertegas keputusan Faskab atau Korprov perihal pembebastugasan sementara atau tetap bekerja sampai akhir bulan
3)    penundaan pembayaran untuk bulan berjalan,
4)    membebastugaskan Fasilitator dimaksud selama satu bulan berikutnya.
e.    Apabila sampai dengan 10 (sepuluh) hari sejak ditetapkannya surat Satker Provinsi sebagaimana dimaksud butir d di atas tidak ada permintaan Sidang MKE dari Fasilitator maka Satker Provinsi berkewajiban melakukan PHK.
f.     Fasilitator yang dituduh melanggar kode etik berhak meminta kepada Satker Provinsi perihal Sidang MKE dalam kurun waktu paling lama 10 hari sejak ditetapkannya surat Satker Provinsi sebagaimana disebut dalam butir e di atas.
g.    Satker Provinsi memerintahkan Korprov menyelenggarakan Sidang MKE yang wajib dihadiri Satker Provinsi sebagai peninjau. Hasil persidangan dituangkan ke dalam Berita Acara Sidang MKE yang ditandatangani anggota MKE.
h.    Satker Provinsi diwajibkan memulihkan hak-hak FK/Asisten FK apabila hasil Sidang MKE menyatakan Fasilitator bersangkutan tidak bersalah. Fasilitator yang bersangkutan wajib dimobilisasi kembali ke lokasi tugas paling lambat tanggal 1 (satu) pada bulan berikutnya.
i.     Apabila Fasilitator bersangkutan dinyatakan bersalah oleh Majelis Kode Etik maka Korprov berkewajiban merekomendasikan kepada Satker Provinsi hal-hal berikut:
1)    pemberitahuan hasil Sidang MKE bahwa Fasilitator yang bersangkutan terbukti melakukan Pelanggaran Kode Etik yang disertai Berita Acara Sidang MKE, bukti-bukti dan dokumen pendukung lainnya.
2)    rekomendasi PHK terhadap Fasilitator yang melakukan pelanggaran kode etik yang dilampiri pertimbangan legal dan rasional sebagai dasar dilakukannya PHK terhadap Fasilitator yang melanggar kode etik
3)    karena Faskab atau Korprov dapat menghentikan sementara Fasilitator dari penugasan maka perhitungan honorarium dan/atau tunjangan bulan berjalan yang harus dibayarkan oleh Satker Provinsi kepada Fasilitator yang melanggar kode etik diatur sebagai  berikut:
*      Fasilitator yang bersangkutan akan tetap mendapatkan honorarium dan tunjangan apabila dalam satu bulan masih dapat melaksanakan tugas selama minimal 17 hari kerja.
*      Fasilitator yang bersangkutan akan mendapatkan honorarium apabila dalam satu bulan hanya memenuhi 10 sampai dengan 16 hari kerja
*      Fasilitator yang bersangkutan tidak akan mendapatkan honorarium dan tunjangan apabila dalam satu bulan tidak memenuhi minimal 10 hari kerja
4)    jika Fasilitator tidak terkait penyimpangan keuangan maka jumlah honorarium serta tunjangan tetap dibayarkan tanpa diminta kembali
5)    jika Fasilitator terlibat dalam penyimpangan keuangan maka jumlah honorarium serta tunjangan tetap dibayarkan tetapi diminta kembali untuk digunakan sebagai ganti rugi atas dana yang telah disimpangkannya
j.     Keputusan Sidang MKE bersifat final sehingga Satker PMD Provinsi wajib menindaklanjuti dengan melakukan PHK terhadap Fasilitator yang terbukti bersalah  dengan menerbitkan Surat PHK yang dilampiri Berita Acara Sidang MKE, serta bukti dan dokumen pendukung lainnya.
k.    Satker Provinsi dengan  berdasar pada pertimbangan dan alasan rasional dapat mengajukan keberatan kepada Satker Pusat berkaitan dengan rekomendasi Korprov untuk melakukan PHK karena kode etik.
l.     Satker Pusat berkewajiban menanggapi usulan Satker Provinsi dimaksud dengan memerintahkan KMN khususnya Bidang Audit Internal untuk melakukan investigasi terhadap rekomendasi Korprov tentang PHK kepada Fasilitator. Berdasarkan hasil audit internal dimaksud Satker Pusat dapat memperkuat rekomendasi Korprov atau sebaliknya menyetujui usulan Satker Provinsi. Keputusan Satker Pusat bersifat final dan Satker Provinsi harus menggunakan keputusan Satker Pusat sebagai dasar penetapan PHK.
m.  Apabila sampai dengan jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja Satker Pusat secara resmi belum memberikan tanggapan terhadap keberatan Satker Provinsi, maka Satker Provinsi berwenang menolak rekomendasi Korprov, serta berkewajiban membebaskan Fasilitator dari segala tuduhan dan/atau memulihkan hak-hak Fasilitator yang sebelumnya ditunda.
5.     Sanksi terhadap Pelanggaran Korprov dalam Kasus PHK
Satker Pusat wajib mengawasi kinerja KMW khususnya dalam kaitan pengelolaan PHK terhadap Fasilitator. Jika berdasarkan hasil investigasi KMN melalui Bidang Audit Internal ditemukan adanya kesalahan baik yang disengaja atau yang tidak disengaja di dalam rekomendasi Korprov kepada Satker Provinsi perihal PHK terhadap Fasilitator, maka dilakukan pengaturan sebagai berikut:
a.    KMN melalui Bidang Audit Internal menginvestigasi kesalahan Korprov dan Adprov dalam penanganan PHK Fasilitator karena pelanggaran kode etik maupun PHK Fasilitator karena kinerja rendah (evaluasi kinerja).
b.    Apabila terbukti bahwa kesalahan Korprov dan Adprov dimaksud akibat kelemahan kompetensi Korprov dan Adprov, maka terhadap kinerja KMW yang bersangkutan diberikan penilaian evaluasi kinerja perusahaan dengan nilai D.
c.    Apabila terbukti bahwa kesalahan verifikasi dimaksud akibat kesengajaan Korprov dan Adprov maka Perusahaan KMW wajib menerbitkan Surat PHK kepada Korprov dan Adprov yang bersangkutan.
J.     PENGUNDURAN DIRI
Setiap Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan berhak memutuskan kontrak kerja dengan mengundurkan diri dari PNPM Mandiri Perdesaan. Prosedur Pengunduran Diri Fasilitator diatur sebagai berikut:
1.     Fasilitator harus menyampaikan surat permohonan pengunduran diri kepada Satker Provinsi minimal satu bulan sebelum pengunduran diri dilaksanakan.
2.     Supervisor bersama Adprov memverifikasi usulan pengunduran diri dimaksud dan hasilnya disampaikan Korprov kepada Satker Provinsi.
3.     Fasilitator yang bersangkutan harus tetap berada dilokasi tugas selama menunggu proses persetujuan dari Satker Provinsi.
4.     Fasilitator yang mengundurkan diri wajib melakukan serah terima berkas dan atau pekerjaan kepada Fasilitator pengganti atau kepada Supervisornya (jika tenaga pengganti belum ada).
5.     Apabila Supervisor mensyaratkan kepada Fasilitator untuk menyelesaikan kewajibannya terlebih dahulu maka yang bersangkutan tidak dapat meninggalkan lokasi tugas sebelum kewajibannya diselesaikan.
6.     Satker Provinsi dapat menunda pembayaran atas honorarium dan tunjangan apabila Fasilitator yang bersangkutan belum menyelesaikan kewajiban yang dipersyaratkan tersebut.
7.     Satker Provinsi berkewajiban mengeluarkan surat persetujuan Pengunduran Diri kepada Fasilitator yang mentaati tata tertib pengunduran diri.
8.     Satker Provinsi berkewajiban mengeluarkan surat PHK apabila Fasilitator yang mengajukan pengunduran diri tidak mentaati tata tertib pengunduran diri yang sudah ditetapkan.
K.    DEMOBILISASI
Demobilisasi adalah sebuah bentuk PHK yang disebabkan oleh berkurangnya lokasi program atau berakhirnya pelaksanaan program. Prosedur demobilisasi diatur sebagai berikut:
1.     Demobilisasi yang disebabkan berakhirnya program secara nasional diberlakukan kepada setiap Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan tanpa pengecualian.
2.     Fasilitator yang didemobilisasi dikarenakan berkurangnya lokasi ditetapkan berdasarkan Berita Acara Evaluasi Kinerja Triwulanan yaitu rangking terendah mendapat prioritas untuk didemobilisasi terlebih dahulu.
3.     Satker Provinsi berkewajiban menerbitkan surat PHK, dan kepada setiap Fasilitator yang didemobilisasi mendapat uang transport untuk pulang.

 
 

Designed By Blogs Gone Wild!